Mereka yang Kurang Bersyukur atau Saya yang Kurang Berusaha?
12:43 AM
Bulan Januari, bulan kritis bagi Mahasiswa khususnya Mahasiswa
Universitas Gadjah Mada. Bukan soal kritis di bagian finansial, tetapi ada yang
tidak kalah mengerikan. Adalah situs palawa yang seringkali hanya dibuka tiap
akhir semester. Membuka kanal akademik, dan kemudian hasil studi atau rekap
nilai. Basmallah tidak pernah tanggal diucapkan, bahkan nadzar pun diucapkan sebagai bentuk rasa syukur terhadap apa yang telah diusahakan dan
Allah berikan.
Semester ganjil ini merupakan semester yang cukup berat,
dengan segala mata kuliah baru, jenis praktikum baru, lingkungan baru, dan
segalanya yang serba baru. Serba memulai kehidupan bak dari nol. Tidak heran
jika kemudian paranoid akan nilai yang jatuh bebas. Falling colors mungkin? Sebagai
kebalikan dari istilah flying colors yang berarti nilai tinggi (hehe). Awal semester mencari nilai seperti air, terus mengalir. Masuk kelas, presensi, mendengarkan
kuliah, mencatat jika perlu, mengcopy ppt, kuis, diskusi, dan mengerjakan
tugas, Tidak terasa karena.. ya memang itulah yang kita kerjakan setiap hari.
Bahkan rutinitas hariannya hampir sama per individu: mengerjakan laporan lalu
mengerjakan tugas, atau sebaliknya. Yang jelas, dua kegiatan itu hampir tidak
pernah luput dari rutinitas.
Sampai pada suatu pagi ketika panggilan QL membangunkanku,
kemudian tersadar ‘Habis agenda… UAS ooiii!!’ barulah sadar ‘Hari ini akan menentukan
nasibku kedepan’ segera beranjak, mandi pagi, dan mencari tempat sepi untuk
belajar beberapa jam sebelum ujian di selenggarakan. Memahami materi cukup
seabreg dalam waktu beberapa jam sebelum ujian dimulai (review) juga cukup
membuat pusing kepala. Sebuah keberuntungan adalah ketika jadwal ujian jam 9
atau 10 pagi. Tidak untuk jam 7 pagi yang terlalu pagi, dan tidak untuk jam 1 siang
yang terlalu siang. Bagiku, belajar dengan mengerahkan seluruh tenaga dan berdo’a
semaksimal mungkin adalah sebaik-baiknya usaha, dan se tawakal-tawakalnya hati
saat mengerjakan soal ujian.
Soal ujian yang sudah di depan mata hanya tinggal menunggu
untuk dikerjakan. Tentu dengan bekal materi yang telah di review beberapa jam
sebelumnya. Tidak ada lagi usaha menambah materi atau pemahaman. Cukup mengandalkan
ingatan dan Allah. Basmallah dan do’a tak pernah tanggal di panjatkan karena
hanya dengan itu tawakal akan datang ke dalam hati. Tidak akan ada kesedihan
apabila sudah berusaha dan berdo’a semaksimal mungkin saat ternyata soal mulai
menyimpang dari perkiraan atau materi yang dipelajari. Andalkan wawasan saja
kalau sudah begini, batinku. Hari demi hari berlangsung sama dan hari demi hari
kunikmati tanpa ada bahas-bahas soal setelah ujian (haha). Ya, bahas soal seusai ujian adalah hal yang paling ku
takutkan karena mood sangat labil. Takut lupa cara bersyukur ketika nanti ada
jawaban yang jelas terhitung salah (kecuali dengan rasa penasaran yang sangat
besar)
Dua minggu berlalu dan hari yang ditunggu-tunggu pun akhirnya tiba: Hari libur.
Sebagaimana kita tau, libur mahasiswa rata-rata sebulan lah ya, sekaligus hari
libur natal, dan juga tahun baru. Sebelum tanggal 3 Januari biasanya belum ada
nilai yang muncul di palawa karena pasti masih hari libur dan cuti. Dosen dan
mahasiswa sama-sama manusia, need holidays! Memasuki tanggal 3 Januari, hati
mulai deg-degan, libur jadi tidak nyaman, kepikiran sama nilai. Mau seneng-seneng,
takut nilainya jelek. Allah, inilah ujian. Ujian keistiqomahan atas tawakal
yang dulu telah tertancap kuat saat ujian. Mulai takut, tidak ada keberanian
membuka palawa disaat grup sudah koar-koar nilai matkul A, Matkul B, Matkul C,
dan lain-lain. Hingga aku memutuskan membuka palawa pertama kali adalah ketika
nilai 8 matkul sudah keluar.
*Flashback* Sebelum membulatkan tekad untuk
membuka situs palawa, Ada satu jenis fenomena yang kerap kutemukan (hehe).
Kurang lebih begini ‘*piip umpatan* nilai matkul X mu apa? Mosok nilaiku B’ dengan nada
semi kaget semi sebel semi begitulah. Dalam sehari bisa mendengarkan kalimat
itu lebih dari dua kali. Tanpa disadari, sebenarnya ketika mereka berkata demikian,
aku menarik nafas lebih dalam dan berkata dalam hati ‘Allah.. apakah aku kurang berusaha sehingga (jika) aku mendapat B?
Apakah nilai B itu begitu buruk, Allah? Sedangkan aku memandang nilai B adalah
nilai yang bagus tanpa harus ada umpatan. Jadi, apakah kemudian aku harus
mengumpat?’ berkali-kali pertanyaan ini membenam di hati.
Tidak cukup nyali untuk bertanya kepada yang bersangkutan.
Cukup membenam di hati saja, batinku. Hingga semakin hari semakin sering
menjumpai fenomena tersebut, dan tiba pada saatnya aku mendengar dari kakak
(tapi tanpa umpatan) dia bertanya Tanya kenapa bisa dia mendapat B dengan nada
agak kesal. Akhirnya aku bertanya ‘Kenapa
sih, banyak yang gasuka dapet B? kan B itu bagus meskipun ga sebagus A?’
Dan dia menjawab ‘Bagaimana tidak heran disaat
semua tugas, semua project, UTS sudah dikerjakan dan diperoleh dengan nilai
bagus (dan sempurna)?’
Jawaban yang masuk akal. Akhirnya aku bisa menemukan
jawabnya, dan semoga teman-teman yang mengeluhkan hal yang sama memiliki jawab
yang sama seperti kakak pula. Jadi ternyata, ini bukan masalah Mereka yang
kurang bersyukur atau aku yang kurang berusaha, melainkan lebih kepada seberapa
besar usaha kita di hargai. Yang dapet B (termasuk saya) keep khusnudzon, keep
bersyukur. Allah selalu memiliki alasan dibalik apa yang telah Ia rencanakan.
Selamat menjalankan nadzar sebagai bentuk syukur, Selamat menikmati liburan yang tinggal menyisa beberapa hari! :)
0 comments