Maaf dan Terimakasih: Merangkai Arti Sebuah Kejadian
9:56 AM
Berusaha adalah hal yang wajib dilakukan
barang siapapun. Siapa yang ingin mendapatkan sesuatu, maka jalan utamanya bukan
lain adalah berusaha sekuat tenaga sampai titik penghabisan. Mastatho’tum
istilahnya. But all of us knew that human beings have ‘its’ nature which is boredom.
Boredom means kebosanan. Pernahkah kalian merasakan kebosanan saat berjuang? Lelah
saat menguras tenaga? Berat saat merangkak menuju cita-cita? Hingga kemudian
kita baru menyadari bahwa kita berada pada suatu titik, titik jenuh.
…Semangat
menggebu-gebu muncul di hari sebelum aku berada dalam satu titik jenuh –atau lebih
tepatnya titik konflik hati(?). Ambisi, komunikasi, semua setara. Tidak
sedikitpun terbesit rasa futur kala itu. Namun, Responku terhadap lingkungan kuanggap
berlebihan. Memperbaharui segala sesuatu yang ada di depan mata dan mencari
keadaan suatu lingkungan -yang sebenarnya bukanlah menjadi sebuah urusan penting bagiku. Semakin larut tenggelam dalam pencarian, ternyata
semakin larut pula aku dilanda rasa kegelisahan. Kabar-kabar yang datang dari
sudut lain tanpa kusadari telah menimbulkan rasa annoyed dari hatiku. Entah apa yang sedang aku pikirkan, yang
jelas jika aku teruskan tentu akan menciptakan atmosfer tidak baik bagiku,
baginya, atau bagi semua orang yang kelak menjadi sasaran imbasnya.
Berkabar hanya
via line adalah cara terbaik bagiku untuk memberikan ruang bernapas pada hati
yang hampir tercipta noda. Meninggalkan beberapa media berkabar utamanya
instagram dan whatsapp yang konon seringkali ku buka, merupakan sebuah
tantangan yang cukup besar. Mustahil, pikirku saat itu. Tetapi ternyata hati
selalu berada diatas akal. Hati berkehendak agar menjaganya tetap bersih suci
tanpa noda, sehingga kekuatan hati berlipat ganda beratus-ratus kali melawan
akal yang tiada berdasar. Kiranya sebulan sudah aku meninggalkan media, hingga di penghujung bulan aku menemukan hatiku telah siap untuk memulai
kembali. Memulai dengan keadaan hati yang bersih lagi inshaAllah, meningkatkan
kapasitas diri kembali dengan sebuah ambisi.
Sebelum aku
memulai kembali, I really am beg for an
apologize for those I cannot mention one by one; Srikandi, teman-teman
kuliah, organisasi, event, dan lain-lain. Mungkin beberapa Srikandi sadar,
belakangan ini aku hanya berkutat pada hal yang menjadi ‘kewajiban’ku. Segudang
laporan praktikum dan segudang informasi yang harus di kawal bersamaan. Bahkan kini Emma memanggilku dengan sebutan 'Ulfah Laprak'. Aku tidak lagi paham, sebeginikah aku mendzalimi teman-teman hanya karena praktikum? hanya karena aku kacau dengan jadwal harian? Bahkan ketika jam 7 sore aku sampai asrama, tempat tujuanku adalah kamar dan siap -tidak siap harus membuka laptop kembali. Alhasil, hidupku hanya bersama laptop dan kertas-kertas laporan. Ruang yang ku tempati
mostly hanya kamar 10. Kamar dengan
suguhan pemandangan berupa hamparan air, gemericik air serta sorak gembira para pengunjung
sebagai soundtrack.
Lonceng dari
kolam renang sebelah –yang rutin berbunyi setiap pukul 2 atau setengah 3 pagi agaknya
menjadi pengingatku untuk segera pergi istirahat. Padahal, istirahat pukul
sekian tidak akan bisa kecuali dengan obat mujarab kantuk, kopi dingin. Praktis,
untuk bisa menyelesaikan tugas aku harus mengonsumsi kopi dingin walau hanya
2-3 teguk. Jika sesekali tak mengapa. Namun apa daya, ternyata aku harus melakukannya
hampir 4 hari berturut-turut. Kesehatan pun sedikit terganggu. Rasa dingin
mulai menyelimuti seluruh tubuh.
Belum lagi kejadian bodoh yang baru saja terjadi kemarin Jumat (17/3/17). Pikiran yang lagi-lagi tertuju pada praktikum saat tiada pikiran lain di dalamnya menjerumuskanku menjadi salah satu korban penipuan. Penipuan yang hanya dengan 1 klik tombol lagi, aku akan kehilangan uang sebesar 1,4 juta, Parahnya lagi, bukan hanya aku yang menjadi korban, melainkan seorang teman yang kulibatkan dalam masalah -yang ternyata penipuan ini. Setan agaknya sangat-sangat berhasil mengelabuhiku sebelum seorang tukang sapu ATM berkata saat aku hendak memencet 1 tombol maut itu "Mbak, hati-hati lho penipuan". Seketika aku tersadar lalu bertatapan dengan temanku dan aku memutuskan keluar ATM, menyelesaikan pembicaraanku dengan orang di seberang telepon yang sejak sejam yang lalu tidak diperkenankan mematikan teleponnya. Semenjak keraguan itu datang, aku cukup tegas meminta pembenaran melalui telepon. Sekitar 2 menit lamanya aku berdebat, tiba-tiba 'tut-tut-tut' Ia mematikan teleponnya -padahal tadi ia bersikeras untuk jangan mematikan teleponnya. Aku lemas, sangat lemas. Temanku kemudian sadar bahwa aku sedang kacau se kacau-kacaunya. Aku hanya bisa beristighfar dan memutar otak kembali dan bertanya dalam hati 'Apa yang sudah aku lakukan di hari sebelum ini hingga aku mendapat teguran yang cukup mengerikan?'
Astaghfirullah astaghfirullah astaghfirullah.. aku tersadar, satu jamku terbuang sia-sia hingga aku tidak dapat mengikuti praktikum yang berdampak pada kewajiban inhal yang birokrasinya cukup memakan waktu. Mungkin ini akibat aku terlalu konsen pada satu hal sehingga aku dzalim dengan siapapun yang berada di sekelilingku. Astagfirullah astaghfirullah astaghfirullah wa alhamdulillah Allah telah menolongku. Kiranya, begitulah cara Allah menegurku untuk
lebih bisa mengatur waktu. Sejak itu, aku bertekad untuk memulai kembali, memulai
memperhatikan dari diri untuk kelak memperhatikan orang lain, membuka mata memandang
Negeri dengan segudang masalah, membangun kembali ambisi yang sempat ‘diistirahatkan’
sejenak.
Sultan Hamengku
Buwono VIII pernah memberikan 4 pesan kepada anaknya, Raden Mas Dorojatun –Sultan
Hamengku Buwono IX satu diantaranya ‘Jangan pernah berambisi kecuali berambisi
untuk kesejahteraan rakyat’ Rupanya, pesan beliau memberikan dorongan bagi
siapapun yang membacanya. Tak heran jika aku dapat kembali membuka lebar mata
melihat Indonesia, melihat negeri yang ternyata masih dilanda berton-ton
masalah. Mulai dari sosial, politik, ekonomi, hingga pada sebuah ruang, tempat
warga beraktivitas. Kesadaran akan polemik ruang kembali membuka pikiran untuk
terus melanjutkan perjuangan menuju cita. Proyeksi dunia di tahun 2025 bahwa
penduduk di dunia diprediksikan akan berpindah ke kota cukup mengkatrol
semangat, melangkah bersama menjadi urban
rangers.
Lagi, sebelum benar-benar memulai 'kehidupan' yang baru, dengan segala kerendahan hati kusampaikan mohon maaf sebesar-besarnya atas kedzaliman yang pernah kulakukan dengan tidak sengaja, undangan yang tak terbaca karena whatsapp yang belum siap untuk diinstall kembali, pekerjaan yang belum maksimal, dan hal-hal lain yang pantas untuk dimohonkanmaaf. Terimakasih
kepada siapapun yang telah menyadarkan bahwa hidup ini hanya sekali, lalu mati.
Terimakasih kepada siapapun yang dengan tulisannya menyadarkanku untuk kembali
menulis, terimakasih kepada siapapun yang memantikku dengan hal-hal terkait
cita-citaku, terimakasih kepada siapapun yang dengan kesamaan interestnya
membuatku semakin produktif, dan terimakasih kepada siapapun yang diam-diam
kata-katanya ku ‘curi’ untuk disematkan dalam memori otak dan relung hati
sebagai bahan bakar semangat yang menggelora. Semoga, rentetan kejadian yang cukup pelik dapat memberikan semangat baru untuk berkarya, mewujudkan Indonesia yang lebih baik dan bermartabat serta kebaikan dari Allah Pencipta Alam Semesta. Aamiin aamiin yaa Rabbal 'Alamin.
Dalam Refleksi,
Ulfah Choirunnisa
19 Maret 2017
2 comments
Mari bangun Indonesia!
ReplyDeleteyuks!
Delete