Berusaha adalah hal yang wajib dilakukan
barang siapapun. Siapa yang ingin mendapatkan sesuatu, maka jalan utamanya bukan
lain adalah berusaha sekuat tenaga sampai titik penghabisan. Mastatho’tum
istilahnya. But all of us knew that human beings have ‘its’ nature which is boredom.
Boredom means kebosanan. Pernahkah kalian merasakan kebosanan saat berjuang? Lelah
saat menguras tenaga? Berat saat merangkak menuju cita-cita? Hingga kemudian
kita baru menyadari bahwa kita berada pada suatu titik, titik jenuh.
…Semangat
menggebu-gebu muncul di hari sebelum aku berada dalam satu titik jenuh –atau lebih
tepatnya titik konflik hati(?). Ambisi, komunikasi, semua setara. Tidak
sedikitpun terbesit rasa futur kala itu. Namun, Responku terhadap lingkungan kuanggap
berlebihan. Memperbaharui segala sesuatu yang ada di depan mata dan mencari
keadaan suatu lingkungan -yang sebenarnya bukanlah menjadi sebuah urusan penting bagiku. Semakin larut tenggelam dalam pencarian, ternyata
semakin larut pula aku dilanda rasa kegelisahan. Kabar-kabar yang datang dari
sudut lain tanpa kusadari telah menimbulkan rasa annoyed dari hatiku. Entah apa yang sedang aku pikirkan, yang
jelas jika aku teruskan tentu akan menciptakan atmosfer tidak baik bagiku,
baginya, atau bagi semua orang yang kelak menjadi sasaran imbasnya.
Berkabar hanya
via line adalah cara terbaik bagiku untuk memberikan ruang bernapas pada hati
yang hampir tercipta noda. Meninggalkan beberapa media berkabar utamanya
instagram dan whatsapp yang konon seringkali ku buka, merupakan sebuah
tantangan yang cukup besar. Mustahil, pikirku saat itu. Tetapi ternyata hati
selalu berada diatas akal. Hati berkehendak agar menjaganya tetap bersih suci
tanpa noda, sehingga kekuatan hati berlipat ganda beratus-ratus kali melawan
akal yang tiada berdasar. Kiranya sebulan sudah aku meninggalkan media, hingga di penghujung bulan aku menemukan hatiku telah siap untuk memulai
kembali. Memulai dengan keadaan hati yang bersih lagi inshaAllah, meningkatkan
kapasitas diri kembali dengan sebuah ambisi.
Sebelum aku
memulai kembali, I really am beg for an
apologize for those I cannot mention one by one; Srikandi, teman-teman
kuliah, organisasi, event, dan lain-lain. Mungkin beberapa Srikandi sadar,
belakangan ini aku hanya berkutat pada hal yang menjadi ‘kewajiban’ku. Segudang
laporan praktikum dan segudang informasi yang harus di kawal bersamaan. Bahkan kini Emma memanggilku dengan sebutan 'Ulfah Laprak'. Aku tidak lagi paham, sebeginikah aku mendzalimi teman-teman hanya karena praktikum? hanya karena aku kacau dengan jadwal harian? Bahkan ketika jam 7 sore aku sampai asrama, tempat tujuanku adalah kamar dan siap -tidak siap harus membuka laptop kembali. Alhasil, hidupku hanya bersama laptop dan kertas-kertas laporan. Ruang yang ku tempati
mostly hanya kamar 10. Kamar dengan
suguhan pemandangan berupa hamparan air, gemericik air serta sorak gembira para pengunjung
sebagai soundtrack.