Kenapa lelaki? Kenapa bukan pria? Kenapa bukan cowok? Dan Kenapa bukan ikhwan?
Karena kata ‘lelaki’ rasanya merupakan kata yang paling umum digunakan untuk menyebut seorang laki-laki yang belum kita ‘kenal’ secara keseluruhan. Coba jujur, pasti ketika kita memanggil laki-laki dengan sebutan ‘cowok’ stigma pertama adalah ia –yang kita sebut- merupakan seseorang yang berpenampilan gaul, macho, banyak disukai oleh perempuan lainnya. Namun pasti akan berbeda ketika kita menyebutnya dengan sebutan ‘Ikhwan’. Stigma yang kemudian muncul adalah laki-laki ini sholeh, idaman, tapi tidak jarang dipandang eksklusif. Oleh karena itu, mari kita gunakan kata ‘lelaki’ untuk membahasnya ke depan.
Tulisan ini tidak akan membahas tentang percintaan dengan ritmenya yang begitu-begitu saja. Berawal dari hidup diantara kakak laki-laki dan adik laki-laki, bergaul dengan mereka yang sejenis bagiku sudah biasa. 18 Tahun tinggal bersama mereka, sifat dan karakteristik seorang lelaki mulai dapat kupahami. Sifat tiap lelaki memang berbeda, tapi pasti ada sifat lelaki secara umum yang bisa ditemukan dari saudara kita sendiri kan? Cuek dan tidak peka, misalnya (ini serius)
Berawal dari persaudaraan itulah, terbesit rasa sayang yang melimpah ruah pada mereka meskipun tidak kentara dan tidak pernah diungkapkan. Menjaganya agar tetap berada di lingkungan yang baik, bergaul dengan orang yang baik adalah salah satu misi seorang adik perempuan demi mendapatkan kesenangan kakak yang hakiki, yang bukan dilandasi dengan sebuah ‘penindasan secara perlahan’.
Terlampau banyak sudah, melihat kejadian-kejadian antara seorang lelaki dan perempuan. Kejadian yang membuatku sangat khawatir apabila suatu hari terjadi pada kakak dan adikku sendiri. Terkadang sangat miris rasanya ketika kita melihat seorang lelaki yang ibaratnya sedang ‘dipermainkan’ oleh seorang perempuan. Perempuan yang dengan mudahnya mengambil hati seorang lelaki hingga akhirnya sang lelaki pun jatuh hati padanya. Kalau udah jatuh hati, lalu apa? Ya, melakukan segala sesuatunya untuk mendapatkan perempuan itu. Baruuuu ‘dipancing’ sama kata-kata perempuannya ‘Laper’ si lelaki pasti langsung gercep ngajakin makan. Uang yang dikeluarkan pun tidak sedikit demi mendapatkan kesan pertama terbaik dari si perempuan sehingga si perempuan akan jatuh hati padanya. Lalu, apa efek dominonya? Nanti, kalau si lelaki ini tidak punya uang lagi, dia pasti akan meminta kepada orang tuanya tanpa menyertakan alasan sebenarnya kenapa uang bisa habis secepat kilatan petir. Lalu? Lalu dia akan mulai mendesak orang tuanya dan mulai membangkang. Astaghfirullah.. Naudzubillah (Istighfar, semoga kita tidak termasuk dalam golongan ini)
Itu baru efek yang dirasakan orang tuanya. Belum lagi efek yang dirasakan adik atau temannya sendiri. Hubungan akan mulai merenggang dengan hadirnya si perempuan. Cepat atau lambat, mereka pasti akan berujung pacaran meskipun berkedok ‘Bukan pacaran’. Kalau sudah begini, kuangkat kedua tanganku keatas. Mau menasehati, nanti dibilang anak kecil sotau, sok menggurui. Mau bilang ke orang tuanya, nanti dia tambah dimarahin dan yang bakal enggak tega ya aku sendiri. Akhirnya, jurus yang bisa kulakukan untuk masalah ini adalah mendiamkan. Ketika si lelaki berbicara tentang perempuan itu, raut wajah dipasang secuek mungkin dengan harapan ia bertanya mengapa. Namun sayangnya tidak. Ia telah termabukkan oleh cinta.
Teman-teman mungkin boleh bertanya kenapa aku sebagai seorang perempuan yang menyayangkan lelaki itu, memasang raut wajah cuek ketika ia membicarakan tentang si perempuan. Yup Karena aku telah mengakselerasi diri 'berkenalan' dengan perempuan itu secara tidak langsung dengan berbagai cara. Bertanya pada teman-temannya dari berbagai jenis misalnya. Jika memang si perempuan ini usil, ya bagaimana pun caranya harus segera di jauhkan dari si lelaki. Namun, jika si perempuan ini memang baik, maka yang dilakukan adalah berbicara dengan si lelaki untuk tetap menjaga jarak dengannya agar segera memperbaiki diri dan memperoleh kesiapan sejak dini. Loh kok disuruh menjauh semua? He he.
Jujur, sebagai perempuan aku merasa sangat-sangat sedih ketika teman atau kakak laki-laki kita sedang diuji dengan lingkungan yang melenakan. Apa lagi kalau bukan cinta? Aku tidak suka ketika mereka layaknya seekor belalang. Hinggap di satu tempat, besoknya hinggap di tempat lain. Bukan masalah cemburu, sama sekali bukan. Tapi ini menyangkut perasaan yang ditinggalkan. Karena tiada ikatan diantara keduanya, seakan akan ia bebas untuk bertindak. Bulan ini dengan A, kemudian 3 bulan kedepan di komunitas barunya ia menemukan perempuan yang lebih asik dan cantik sebagai bonusnya. Kemudian ia pindah si B. Begitu seterusnya. Sebagai pengamat, rasanya kesaaal sekali dengan kejadian ini. Si Lelaki yang tidak menjaga perasaan, dan si perempuan yang mudah takluk olehnya. By the way, aku sebagai perempuan turut menyadari sih jika hati perempuan terlalu lembut sehingga mudah sekali untuk di taklukkan. Jadi, siapa yang salah? Dua-duanya.
Sekarang aku berada di lingkungan yang berbeda dari sebelumnya. Jauh dari kakak dan adik tentu menimbulkan rasa khawatir yang kian besar. Kalau kakak sih masih bisa komunikasi via media sosial. Tapi kalau adik? Di dunia nyata aja, baru pulang rumah udah diusir gimana mau nasehatin? Padahal umur adik yang masih SD itu rawan banget terhadap berbagai pengaruh. Sekarang aja nih ya, semenjak instagramku tidak di set private, tiba-tiba ada yang ngefollow dengan feednya adalah anak laki-laki sekitar kelas 6 SD yang selfie di depan cermin dengan iPhone 6 nya, menunggangi motor CBR nya, dan berjalan-jalan dengan style so hits. Suatu hari, si anak ini posting sebuah foto yang ada foto adikku. Usut punya usut, ternyata dialah yang seringkali dibicarakan adik kepadaku tapi aku lebih banyak ignoring him wkwk. Apalagi mostly teman-temannya sudah pacaran dan orang tuanya bangga sekali dengan status anaknya itu. Astaghfirullah..
Pacaran lagii.. pacaran lagi.. sampai saat ini akupun belum paham apa sebenarnya yang menjadi keuntungan dari pacaran. Latihan hidup berdua? Mengenalnya lebih jauh? Atau sekadar memendam gengsi? Semakin lama bulan yang mereka jalani, maka semakin dekat pada kemenangan, katanya. Jika aku boleh berkata jujur, pacaran itu tidak lain adalah hanya untuk menunjukkan ke orang lain bahwa ‘aku telah berhasil menaklukkannya’. Tidak lebih dari itu. Latihan hidup berdua misalnya. Latihan apa? Bukannya belum menjadi mahram? Yang ada, dosa tuh pegang-pegang. Apalagi? Mengenalnya lebih jauh? Setauku, mengenal seseorang lebih jauh itu tidak lain adalah dengan mendekati teman dekatnya, teman biasanya, teman jauhnya, atau yang lebih intim adalah dengan mendekati orang tuanya. Jadinya, informasi yang kamu dapat itu variatif. Ada kelebihan dan ada kekurangannya. Memangnya kamu enggak curiga kalau-kalau di depan kamu dia seutuhnya jaim? Hehe.
***
Hei calon pemimpin, apakah kamu tau mengapa kamu disebut lelaki? Ya, Kamu disebut lelaki karena kamu sudah dewasa. Sebagai seorang adik dan seorang kakak perempuan, sekali lagi aku tekankan bahwa aku sangat menyayangi kedua saudara laki-laki ku. Harapannya, pesanku untuk mereka juga dapat menjadi motivasi kalian juga ya, hehe. Jadi, bisakah aku memilih kata ‘Mas’ untuk surat ini?
Seperti kata pepatah, tua itu pasti sedang dewasa adalah pilihan. Kedewasaan seseorang dapat diukur dari bagaimana ia memaknai kehidupan. Baik ketika menghadapi masalah maupun menentukan arah. Lelaki dewasa idealnya berorientasi ke masa depan. Berpikir kritis dan hati-hati dalam bertindak. Pikirannya mulai condong kepada kemana arah kapal akan ia bawa.
Mengagumi lawan jenis memang suatu fitrah dariNya yang tidak dapat di hindari. Justru memang begitu seharusnya sehingga kamu tidak menjadi kaum Luth yang celaka. Tiada hak bagiku untuk melarangmu Mas untuk mengagumi perempuan. Namun ada beberapa hal yang perlu dijadikan catatan bersama.
Begini Mas.. masing-masing kita pasti sudah tahu kan ya jika kelak kita akan menjadi bagian dari the change-makers of future generations? Lelaki menjadi seorang imam yang akan memimpin keluarga, sedang perempuan menjadi ibu peradaban. Syarat utamanya adalah cerdas! Cerdas secara emosional, spritual, dan intelektual (ESQ). Iya, mulai saat ini kita harus melakukan pencerdasan bagi diri kita sendiri.
Dimulai dari Emotional Quotion, manajemen emosi. Kalau sudah dewasa, kamu sudah pasti harus mengetahui bagaimana cara bertutur yang sopan, bagaimana mengatur emosi agar tidak ‘sedikit-sedikit marah’, bagaimana membantu menyelesaikan masalah teman, bernego dengan diri, dan masih banyak lagi. Ini lho, yang saat ini masih banyak diselewengkan. Terkadang aku kesal dengan lelaki yang terlalu cuek hingga ia lupa bagaimana harus berlaku sopan terutama terhadap orang yang lebih tua darinya. Bahkan behavior sepertinya juga masuk dalam kategori ini. Kebiasaan buruk harus dibuang jauh-jauh. Misal, pinjem sesuatu tanpa izin ke yang punya, tiba-tiba dibalikin dalam keadaan rusak. Teladan apa yang kau beri, Mas? Kalau begini terus, ya siapa yang mau menjadikanmu sebagai teladan? Siapa yang mau kamu pimpin?
Kedua, Spiritual Quotion. Bagiku, inilah yang merupakan kunci tiap-tiap orang. Kunci yang membuat kita berbeda derajatnya di mata Allah. Imam besar Syafi’i juga pernah mengatakan bahwa sebaik-baiknya ilmu adalah ilmu yang diimplemantasikan dalam kehidupan nyata. Subuhnya dijaga mas, jangan sampai jam 7 pagi baru subuhan.. itu udah masuk waktu Dhuha. Kalau sholat juga di masjid.. bukannya lelaki wajib sholat di masjid kecuali sakit? Melihat saudara atau teman sendiri sholat di masjid itu membuat kita merasa aman lho, bagaimana tidak jika kita ternyata sedang berada di lingkungan orang-orang yang taat kepadaNya? Apalagi ditambah tilawah dan amalan yaumiah lainnya.
Ketiga, intellectual quotion. Cerdas akademik nih hehe… orang tua mana yang enggak kagum dengan anak lelakinya yang sudah baik secara emosi, secara spiritual, ditambah cerdas akademik? Udah cerdas akademik, kreatif, punya mimpi besar. Beberapa orang tua mungkin tidak tahu betul proses kita berjuang untuk meraih prestasi. Bisa jadi beliau kesal dengan kita yang seringkali kumpul bersama hingga larut dan seringkali saat pulang, kita hanya mendapat marahnya, hehe. Tapi nggak papa Mas, asal kamu bisa beri hasil yang terbaik pasti ayah ibu akan terus mendukungmu semenjak tau apa yang berada dibalik layar kesuksesanmu.
Bicara tentang intelek, kalau sudah dewasa begini kita semua seharusnya turut sadar kalau ternyata lingkup pemikiran kita tidak bisa hanya sebatas akademik. Ya, kita harus mulai berpikir tentang umat kan, Mas? Tentang keluarga, tentang anak kampus, tentang desa, tentang kota, tentang negara, dan bahkan tentang dunia. Mengembalikan peradaban dunia yang sempat baik sudah seharusnya kita pikirkan. Berarti kita harus mulai banyak menulis dan membaca, ya? Apalagi belajar sejarah. Ternyata sejarah itu menyimpan misteri sekaligus harta karun yang bisa kita jadikan bekal untuk bebenah dunia. Kalau kata Ir. Soekarno, jangan sekali-kali melupakan sejarah (Jas Merah).
Tiap kali melihat teman yang lihai sekali masalah sejarah, pasti akan ditemukan sesuatu yang berbeda darinya. Diam-diam ia mengambil hikmah dari sejarah. Ia mempelajari sejarah agar menghindari keburukan yang pernah terjadi. Jadi Mas, sepertinya kita harus mulai mencari cara unik untuk belajar sejarah.
PR kita banyak Mas untuk saling memperbaiki diri, memantaskan diri dihadapanNya.. dengan segala upaya di dunia yang mampu dikonversikan di akherat kelak. Tabungan, istilahnya. Lagi-lagi ku tekankan bahwa aku sangat tidak ingin kamu dibenci orang yang sangat menyayangimu hanya karena lingkungan yang melenakanmu. Melenakan yang menindas secara perlahan. Berteman boleh, tapi jangan berlebihan hingga menimbulkan setitik rasa yang tentu akan menggoyahkan segalanya. Jika kamu mengagumi seorang perempuan, sangatlah baik jika hanya kamu sampaikan saja kepadaNya :) Allah ialah pendengar terbaik, Mas.
Jangan sampai kebaikan yang kamu lakukan ada maunya (Untuk manusia). Jangan sampai kebaikanmu yang berlebihan ternyata merugikan yang lain. Jangan sampai kamu mengkhianati orang tua. Jangan sampai kamu lupa tanggungjawab terhadap adik atau kakakmu. Jangan sampai Mas, jangan sampai!
Tidak hanya lelaki, perempuan pun juga harus banyak bermuhasabah sehingga ia tidak mendzalimi siapapun. Meskipun Keduanya memiliki tugas yang berbeda, namun ada satu tugas yang sama: menjaga diri untukNya. Semua butuh proses tapi harus dimulai dengan aksi konkret.
Terakhir, teruntuk Masku,
kita masih punya Adik laki-laki yang memang cukup euh susyah di kasih tau. Tapi berhubung kamu yang sering dirumah dan kamu yang laki-laki, harapannya, kamu bisa mengambil hatinya dan mengajaknya kepada kebaikan. Zaman makin modern, alat makin canggih. Jangan sampai alat-alat seperti gadget melenakannya dan naudzubillah, menjerumuskannya kedalam hal-hal jelek. Sempatkanlah waktu untuk bertanya dan memantau. Jangan pernah lelah menjaga adik, Jangan pernah lelah untuk sekadar berada dirumah mendengar keluh kesah orang tua, jangan pernah lelah berusaha menjadi tauladan, jangan pernah lelah menjaga diri, jangan pernah lelah menjaga iman, dan jangan pernah lelah untuk lillah.. Semoga kita selalu berada dalam lindunganNya aamiin yaa Rabbal 'Alamin