"Aku baru pertama kali denger cerita kalo menikah itu menyenangkan adalah ketika aku di Jogja"
"Di rumahku (derah asal), pernikahan menjadi sesuatu yang mengerikan"
..Mulai dari bahasan tentang kakak, jadi bahasan tentang nikah!
***
Menikah tak sebercanda itu. Sebelum menikah, ternyata ada banyak sekali hal yang perlu diperhatikan dan dipersiapkan. Selain materi, mental, fisik, psikis, ada hal lain yang jauh lebih penting dipersiapkan sejak dini: Kasih sayang kepada orang tua.
Ketika menikah, seorang suami dan istri memiliki peran yang berbeda. Khususnya mengenai kasih sayang kepada orang tua, baik mertua maupun orang tua sendiri. Kenapa gitu? Yea, let’s see:
1. Ketika kamu menjadi seorang suami, maka amanahmu semakin berat. Selain tanggungjawab terhadap orang tua, kini bertambah pula amanahmu yakni tanggungjawab kepada istri. Kamu harus bisa menyeimbangkan keduanya, kamu harus bisa menghormati keduanya, kamu harus bisa menjadi yang terbaik untuk keduanya!
2. Ketika kamu menjadi seorang istri, maka ketika akad sudah dilangsungkan, maka gugur sudah kewajibannmu untuk menomorsatukan orang tua. Tanggungjawab atas penghormatan sudah berpindah ke suami (meskipun bukan berarti penghormatan kepada orang tua bernilai nol. Hanya saja, prioritas terhadap orangtua turun 1 tingkat). Segala perizinan kini bukan lagi menunggu persetujuan dari orang tua, melainkan dari suami.
Inilah yang kemudian menjadi tantangan bagi sepasang suami istri. Istri adalah orang yang harus mendapatkan restu atau izin dari suami terkait apapun. Melakukan sesuatu, pergi ke luar rumah, sampai dengan mengatur pertemuan dengan orang tua.
Poin terakhir menjadi hal yang akan saya soroti di tulisan singkat ini.
***
Pertemuan seorang istri dengan orangtua pun diatur oleh suami.
Ia tetap harus mendapatkan ridho suami apabila akan meninggalkan rumah untuk bertemu dengan orang tua, sekalipun apabila orang tuanya meninggal dunia.
Suatu hari di zaman Rasulullah, pernah ada seorang laki-laki yang hendak berperang dan memerintahkan istrinya untuk tetap di rumah sampai ia (suaminya) kembali. Namun tiba-tiba, ia mendapat kabar bahwa ayahnya meninggal dunia. Istri ini kemudian mengutus seorang laki-laki untuk bertemu dengan Rasulullah. Rasullullah kemudian bersabda kepada utusan itu: "Agar dia mentaati suaminya".
Demikian pula si wanita, mengutus utusan tidak hanya sekali sehingga akhirnya dia mentaati suaminya dan tidak berani keluar rumah.
Maka ayahnya pun meninggal dunia dan dia tetap tidak melihat mayat ayahnya dan dia tetap sabar. Sehingga suaminya kembali pulang. Maka Allah menurunkan wahyu kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang berbunyi, "Sesungguhnya Allah ta'ala telah mengampuni wanita tersebut, disebabkan ketaatannya kepada suaminya."
Kasus ini masih masuk dalam kategori yang bisa dimaklumi, karena posisinya adalah sang suami blm mengetahui bahwa ayahanda istrinya meninggal. Namun, yang perlu di waspadai adalah apabila sang suami (naudzubillah) sengaja untuk tidak mempertemukan istrinya dengan orang tua karena alasan suami yang tidak menyukai mertua, tidak memberikan kasih sayangnya kepada mertuanya karena hal yang tidak rasional dan tidak masuk akal.
Hal ini, sungguh, bagi saya yang belum menikah saja, menjadi sebuah kekhawatiran yang besar. Membuatku kemudian berfikir pendek: “jadi, kepatuhanku kepada orang tua setelah menikah akan berada di tangan suami?”
Naudzubillah, jangan sampai menjadi durhaka karena fitnah.
Obrolan singkat ini kemudian membuaatku berfikir dan berdo’a di sepanjang perjalanan:
Ya Allah, jika memang demikian, tanamkanlah birrul walidayn pada diri setiap manusia di dunia ini, setiap manusia yang akan menemukan pasangan tulang rusuknya, agar kelak, pernikahan adalah benar-benar sebagai kendaraan menuju surgaMu, aamiin yaa rabbal ‘alamin..
#TibaTibaKepikiran
#SebelumMenikah