Inspiring Youth Leaders Forum
yang diselenggarakan oleh Rumah Kepemimpinan Regional 3 Yogyakarta November
lalu, mengangkat tema ‘Sinergitas Pemuda dan Profesional Membangun Bangsa’. Dua
dari (kurang lebih) 6 pembicara ialah Bapak Camat Desa Cangkringan dan salah
satu Pembina Rumah Kepemimpinan, Eyang Husein Ibrahim. Keduanya menyampaikan
hal yang berbeda akan tetapi masih berada dalam satu garis yang sama, satu
tujuan yang sama: Indonesia yang lebih baik.
Sebagai Kepala Camat di Desa
Cangkringan, beliau membuka IYLF dengan materi tentang kepemimpinan. Beliau
mengatakan bahwa kepemimpinan tidak selalu sama dengan profesi atau
otoritas. Misal, pemimpin tidak sama dengan manager tetapi manager sudah pasti pemimpin. Pemimpin bersifat structural. Oleh karena itu, Kepemimpinan sejatinya
adalah kemampuan seseorang dalam menentukan arahnya, dan juga self-managing. Pemimpin bukan dinilai
hanya dari kepandaiannya saja, pun tidak selamanya tergantung pada jabatan. Ketika
seseorang telah mampu menggerakkan orang-orang secara massif dari bawah, maka
orang tersebut dapat disebut sebagai pemimpin. Ide-ide Inovatif dan kreatif merupakan
contoh ciri-ciri yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Simpulan dari
materi yang dibawakan oleh Bapak Camat dari Desa Cangkringan ini adalah seseorang yang mampu menggerakkan roda-roda kepemimpinan. Dengan begitu, jiwa pemimpin telah tertanam dengan sendirinya di dalam jiwa.
Berbeda dengan Bapak Camat Desa Cangkringan
yang menjelaskan tentang konsep kepemimpinan, Eyang Husein Ibrahim menjelaskan
tentang peranan seorang pemimpin dan penerapannya untuk Indonesia. Adalah arah
pembangunan ekonomi bangsa. Saat itu, kasus Ahok sedang genting-gentingnya.
Arah pembangunan ekonomi, menurut Eyang Husein berdampak pada peristiwa 411.
Beliau juga mengatakan bahwa permasalahan utama bukan terletak pada pernyataan
yang dilontarkan oleh Ahok, melainkan pada kondisi social politiknya seperti Ketimpangan
social ekonomi masyarakat miskin dengan masyarakat kaya. Reklamasi pantai juga
bukan Ahok yang ‘memunculkan’ masalah tetapi telah ada sejak zaman soeharto.
Beralih dari Ahok dan Soeharto,
diawali dengan penyampaian Dasar Hukum UU Nomor 5 Tahun 1960 yang intinya
menjelaskan tentang agraria, ruang bumi dan air. Hal ini mengarah pada pembangunan Negara maritime. Kekayaan Indonesia
seharusnya melimpah, utamanya di laut. Negara maritime, sebagaimana kita
ketahui sejatinya adalah Negara yang telah mampu menjadikan laut sebagai sumber
kekayaan dan kiblat pembangunan di masa depan. Perlu bagi Indonesia saat ini
untuk menengok kembali ke belakang saat masa kejayaan Majapahit.
Eyang Husein, mengingatkan
kembali kepada peserta terkait nawacita Jokowi yang dirasa pas dengan kondisi
Indonesia yakni focus akan kemaritiman. Melalui penjabaran Eyang yang
disampaikan pada IYLF, secara tidak langsung menyadarkan peserta untuk turut
membantu menyukseskan nawacita tersebut. Hal ini penting karena cita-cita untuk
meraih kembali kejayaan Majapahit yakni dibidang kemaritiman sudah dirasa
tepat, tetapi masih terdapat hal yang kurang yakni dukungan. Peserta IYLF yang
hadir saat itu tidak lain dan tidak bukan merupakan segelintir orang yang
diyakini memiliki tekad bulat untuk membangun Indonesia yang lebih baik dan
bermartabat. Besar harapan negeri kepada seluruh pemuda Indonesia untuk mendukung
pembangunan Indonesia, misalnya dalam pembangunan kemaritiman.
Bekal materi kepemimpinan oleh
Bapak Camat serta contoh aplikasi sekalius ‘pekerjaan’ yang disampaikan pada
IYLF telah menambah jiwa kepemimpinan dan semangat untuk membangun Indonesia
bersama, membangun Indonesia dengan bercollaborACTion.
Adalah suatu hal yang benar bahwa kesuksesan tidak dapat diraih hanya
dengan satu jalur tetapi perlu adanya kolaborasi, integrasi antar jalur-jalur
yang berbeda. Perbedaan itulah yang nantinya akan menciptakan suatu titik temu.
Titik temu tak biasa yang akan mem bigbang
kan Indonesia ke ranah dunia, InshaAllah.