Konsep Singkat Kepemimpinan dan Arah Pembangunan Bangsa

10:25 PM


Inspiring Youth Leaders Forum yang diselenggarakan oleh Rumah Kepemimpinan Regional 3 Yogyakarta November lalu, mengangkat tema ‘Sinergitas Pemuda dan Profesional Membangun Bangsa’. Dua dari (kurang lebih) 6 pembicara ialah Bapak Camat Desa Cangkringan dan salah satu Pembina Rumah Kepemimpinan, Eyang Husein Ibrahim. Keduanya menyampaikan hal yang berbeda akan tetapi masih berada dalam satu garis yang sama, satu tujuan yang sama: Indonesia yang lebih baik.

Sebagai Kepala Camat di Desa Cangkringan, beliau membuka IYLF dengan materi tentang kepemimpinan. Beliau mengatakan bahwa kepemimpinan tidak selalu sama dengan profesi atau otoritas. Misal, pemimpin tidak sama dengan manager tetapi manager sudah pasti pemimpin. Pemimpin bersifat structural. Oleh karena itu, Kepemimpinan sejatinya adalah kemampuan seseorang dalam menentukan arahnya, dan juga self-managing. Pemimpin bukan dinilai hanya dari kepandaiannya saja, pun tidak selamanya tergantung pada jabatan. Ketika seseorang telah mampu menggerakkan orang-orang secara massif dari bawah, maka orang tersebut dapat disebut sebagai pemimpin. Ide-ide Inovatif dan kreatif merupakan contoh ciri-ciri yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Simpulan dari materi yang dibawakan oleh Bapak Camat dari Desa Cangkringan ini adalah seseorang yang mampu menggerakkan roda-roda kepemimpinan. Dengan begitu, jiwa pemimpin telah tertanam dengan sendirinya di dalam jiwa.

Berbeda dengan Bapak Camat Desa Cangkringan yang menjelaskan tentang konsep kepemimpinan, Eyang Husein Ibrahim menjelaskan tentang peranan seorang pemimpin dan penerapannya untuk Indonesia. Adalah arah pembangunan ekonomi bangsa. Saat itu, kasus Ahok sedang genting-gentingnya. Arah pembangunan ekonomi, menurut Eyang Husein berdampak pada peristiwa 411. Beliau juga mengatakan bahwa permasalahan utama bukan terletak pada pernyataan yang dilontarkan oleh Ahok, melainkan pada kondisi social politiknya seperti Ketimpangan social ekonomi masyarakat miskin dengan masyarakat kaya. Reklamasi pantai juga bukan Ahok yang ‘memunculkan’ masalah tetapi telah ada sejak zaman soeharto.

Beralih dari Ahok dan Soeharto, diawali dengan penyampaian Dasar Hukum UU Nomor 5 Tahun 1960 yang intinya menjelaskan tentang agraria, ruang bumi dan air. Hal ini mengarah pada pembangunan Negara maritime. Kekayaan Indonesia seharusnya melimpah, utamanya di laut. Negara maritime, sebagaimana kita ketahui sejatinya adalah Negara yang telah mampu menjadikan laut sebagai sumber kekayaan dan kiblat pembangunan di masa depan. Perlu bagi Indonesia saat ini untuk menengok kembali ke belakang saat masa kejayaan Majapahit.

Eyang Husein, mengingatkan kembali kepada peserta terkait nawacita Jokowi yang dirasa pas dengan kondisi Indonesia yakni focus akan kemaritiman. Melalui penjabaran Eyang yang disampaikan pada IYLF, secara tidak langsung menyadarkan peserta untuk turut membantu menyukseskan nawacita tersebut. Hal ini penting karena cita-cita untuk meraih kembali kejayaan Majapahit yakni dibidang kemaritiman sudah dirasa tepat, tetapi masih terdapat hal yang kurang yakni dukungan. Peserta IYLF yang hadir saat itu tidak lain dan tidak bukan merupakan segelintir orang yang diyakini memiliki tekad bulat untuk membangun Indonesia yang lebih baik dan bermartabat. Besar harapan negeri kepada seluruh pemuda Indonesia untuk mendukung pembangunan Indonesia, misalnya dalam pembangunan kemaritiman.


Bekal materi kepemimpinan oleh Bapak Camat serta contoh aplikasi sekalius ‘pekerjaan’ yang disampaikan pada IYLF telah menambah jiwa kepemimpinan dan semangat untuk membangun Indonesia bersama, membangun Indonesia dengan bercollaborACTion. Adalah suatu hal yang benar bahwa kesuksesan tidak dapat diraih hanya dengan satu jalur tetapi perlu adanya kolaborasi, integrasi antar jalur-jalur yang berbeda. Perbedaan itulah yang nantinya akan menciptakan suatu titik temu. Titik temu tak biasa yang akan mem bigbang kan Indonesia ke ranah dunia, InshaAllah.

Baca ini juga, yuk!

0 comments