[6 Hari Tanpamu: Tentang Musibah, Gojek, dan Rindu]

6:37 PM

Musibah memang datangnya tiba-tiba. kalau nggak tiba-tiba, namanya bukan musibah. 

Seminggu yang lalu, tepatnya Hari Senin tanggal 7 Agustus 2017 aku mengalami musibah kecelakaan beruntun. Tempat kejadiannya adalah di lingkar UGM sebelah plaza agro sekitar jam 5 sore. Keadaan jalan ruwet, dan juga macet. 

Destinasiku setelah dari Perpus UGM adalah tempat makan yang ada di daerah Deresan. Jadi, mau nggak mau harus rela berhenti menunggu macet, karena itulah jalan satu-satunya. Redcab (Red Cabin), mobilku, ku nol-kan giginya karena sedang berhenti. Seraya melihat kedepan, tiba-tiba... 'DUAAARR' pada awalnya aku tidak begitu kaget, kupikir ada trafo meledak, karena penasaran dengan sumber suara, kulirikkan mataku ke spion tengah. Bersamaan dengan itu, tiba-tiba badanku terdorong kedepan. Boneka stitch dan lebah serta dokumen Surat yang kuletakkan di dashboard seketika jatuh ke bawah. begitu juga tas dan barang-barangku yang kuletakkan di jok sampingku. Semua jatuh!

I'm panic. Aku panik, apakah aku ditabrak? (pertanyaan bodoh memang). Aku keluar dari redcab, dan ternyata 3 orang lainnya keluar juga dari cabinnya. Loh? Beruntun? Batinku. 'Loh, mas, mas nabrak mobil saya dan mobil mas juga ditabrak? Ini beruntun?' Tanyaku paada pemilik mobil innova di belakangku. Dan ya, ternyata bukan trafo meledak! melainkan dentuman yang berasal dari mobil avanza paling belakang yang melesat dengan kondisi pengemudi mengantuk dan tidak sadar di depannya ada mobil. Innalillahi.. 

Kemudian aku terduduk lemas. Bagaimana mungkin kejadian ini bisa terjadi padahal baru saja semalam, ayah dan ibu menasehatiku agar cabin dijaga dengan baik. Aku hanya diam menunggu macet, seraya merenung: perbuatan apa yang telah aku lakukan sehingga membawaku pada musibah seperti ini? Tak sadar, aku meneteskan air mata dengan banyak orang melihatku. Apalagi waktu itu bersamaan dengan maba-maba yang baru pulang PPSMB Palapa. Tiba-tiba mas-mas yang duduk di sampingku menyadari bahwa aku menangis 'Udah mbak, gausah nangis' Katanya. 'Iya mas, hm, mas ini temennya pengemudi innova?' tanyaku. 'Enggak mbak, saya di depannya mbak, saya ditabrak mbak. Tapi mobil saya nggak kenapa-napa sih, cuma platnya cuil sedikit' Kemudian aku berpikir sejenak, dan memberanikan diri bertanya 'Memangnya saya nabrak mas ya?'. Masnya kemudian menjawab 'Iya mbak, tapi ga kenapa-napa sih, ini saya kayanya juga mau pulang.. ndak berat kok'

Aku terdiam. Bahkan, aku ternyata tidak sadar kalau mobilku terdorong kedepan dan menyebabkan mobil depanku lecet, meskipun hanya platnya. Mas itu akhirnya pamit untuk pulang duluan. Kami bertiga (aku, mas innova, dan pak avanza) berkumpul. Tidak ada bentakan, tidak ada tuduh-tuduhan. Aku salut meskipun sedih juga. Bapak Avanza sudah cukup sepuh, 64 tahun. Ketika keluar dari mobilnya yang sudah dipenuhi dengan airbag yang mengembang, ia langsung berkata dalam kondisi bingung 'Aduh, maaf mas, saya ngantuk banget.. saya dari arah mana ya tadi?' aku dan mas innova saling tatap, bingung... bagaimana bisa bapak ini bahkan lupa arah datangnya. Kami bisa menebak, bapak ini benar-benar kelelahan, sudaah ngantuk, dan sudah wayahnya di setirin anak atau cucunya. Kami duduk bersama dan saling tukar identitas dan bermusyawarah.

'Lalu, bagaimana pak dengan kondisi seperti ini?' tanyaku
'Langsung masuk bengkel saja.. nanti saya yang bayar semuanya'

Harusnya dengan kalimat tersebut, semuanya clear bukan? tapi ternyata belum. Berhentinya mobil-mobil kami memperparah kondisi jalanan. Semakin macet! sekitar pukul 5 sore, seorang polwan datang menghampiri kami, dan menyuruh kami menunggu datangnya polisi lain untuk menyelesaikan masalah ini. Maghrib, kami sampai di polsek dekat fakultas geografi. Kami berdiskusi untuk menyelesaikan masalah ini hingga sekitar pukul 19.30. Rasa lapar belum makan nasi seharian itu akhirnya sirna, kenyaang karena panik. Berakhir tidak makan hingga keesokan paginya.

Tidak ada keluargaku yang tau jika aku sedang tertimpa musibah. Aku sengaja tidak memberi tahu mereka sampai masalah ini selesai daripada mereka panik. Niatku, Redcab langsung kumasukkan ke bengkel dan baru akan bercerita kalau kondisinya sudah pulih kembali. Tetapi ternyata hati seorang anak tidak bisa dijauhkan dengan hati orang tuanya. Kebingunganku akan sistem bayar membayar kenteng magic membuatku memberanikan diri menelepon ayah.

Ayah akhirnya menjadi orang pertama di keluargaku yang tau kalau aku habis kecelakaan. Baru kemudian secara diam-diam bercerita ke ibu. Ibu baru bercerita ke uti, dan aku secara tidak terencana bercerita ke kakakku. Uti, akhirnya juga bercerita ke Kung tentang hal ini kemudian kung menangis.. dan alhamdulillah ketika kemarin aku pulang, Kung lupa dengan kejadian. Kung mengira, mobilku di bengkel karena sudah menyamai mobilnya yang tua, yang sering macet. Agar mengendalikan suasana, aku 'Hehe' kan saja. Daripada harus melihat Kung sedih lagi. Dan salah satu anggota keluarga yang belum tau hingga saat ini adalah adekku. Karena, kalau dia tau, bukannya sedih, tapi malah memarahiku. Ayah, ibu, mas, kung, uti, tidak mau membuat perang dunia kedua antara aku dan adekku. Jadi, lebih baik disimpan rahasianya. 

Aku menelepon ayah Hari Selasa, Hari Rabunya, Redcab langsung dibawa kerumah dengan drama yang sudah di rancang dengan baik agar adekku, Kung (Ketika belum tau), Teman ayah, tidak tau kejadian ini. Redcab terparkir rapih di garasi bagian selatan dengan posisi bagian belakang mobil ditaruh di selatan sehingga tidak terlihat penyok. Belum sempat ayah lihat kondisi asli redcab, teman club mobil ayah sudah datang mengambil mobil. Dan tidak ada seorangpun yang tau akan kedatangannya, kecuali ayah (Ayah hanya memberikan kunci karena ayah lagi on work, laagi praktek). Kalau saja teman ayah yang tau dan keceplosan bertanya 'Kok Mobil Ulfah di rumah, mana Ulfahnya?' bisa berabe. 

Dan, bye, Redcab. Selamat menjalani proses pengentengan..

My First Gojek Daily Routines...
Ini pertama kalinya naik gojek berturut-turut. Berangkat kuliah, juga pulang kuliah. Ayah memang berpesan demikian. Mungkin sebagian juga sudah tau kalau aku pada dasarnya tidak boleh dibonceng, tapi apa daya kalau kondisinya demikian. 'Naik gojek aja, yang jam terbangnya dah tinggi' (Hmmmmm...) baiklah, daripada gimana-gimana. Akhirnya kupatuhi ayah (pun ibu).

Pada awalnya, aku menikmati menggunakan Gojek karena aku bisa mendengarkan keluhan atau apresiasi para driver. Hari demi hari aku berbincang dengan para driver. Gojek rupanya memang membawa keberkahan bagi para drivernya (Well, I am not sponsored by Gojek, but i would like to share this good deeds). Dari sekitar 10 driver yang mengantarku, hampir semuanya mengatakan bahwa dengan Gojek, mereka merasa bisa mendapatkan nafkah halal dengan mudah. Sistemnya juga enak. 'Bebas, bisa kerja kapan aja mbak'. 

'Oh, kalau orderan ga nentu mbak, tapi biasanya 10 orang lah mbak..'
'Saya hari ini alhamdulillah udah full 20 points mbak, mbak yang terakhir. Kalau udah maksimal gini saya bisa dapet bonus mbak..' (Driver ini yang mengantar saya pulang ke asrama sekitar pukul 9 malam, dan malam sebelumnya saya juga bersama bapak ini)
'Bonusnya per 20 points itu 80.000 meskipun dulu 150.000'
'Wah sekarang itu banyak banget mbak.. driver gojek di Jogja aja 17.000, otomatis orderannya kan semakin berkurang. Tapi alhamdulillah masih dapet..'
'..yaa yang efektif paling 9000 driver yang kerja bareng di waktu yang sama'
'Enak Gopay sih mbak, kan langsung masuk rekening, gausah kembalian, dan gampang juga nanti tinggal di ambil uangnya'
'Oh, saya nyambi mbak.. kalau pagi nggojek kalau nggak capek. Nah, malamnya saya jadi security'
'Saya tadi start jam 6 pagi, kan banyak tuh yang mau ke kampus, hehe'
'Kemarin malam saya selesai gojek jam 11 malam.. alhamdulillah mbak, bisa maksimal'
'Saya tu seneng mbak.. anak saya masuk UGM, setelah 5x gagal.. saya selalu berdoa supaya anak saya bisa sekolah tinggi, ga kaya ibunya ini.. hehehe'
'Kalau cari beasiswa itu dimana ya mbak? saya gojek, sisanya ibu rumah tangga.. anak saya UKT 1 mbak, pengen cari beasiswa hehe'
'Pernah saya mbak, jadi korban gasak hp.. sekarang saya harus hati-hati'
'Wah pernah mbak saya, di cancel pas ada orderan Gofood... aduh.. rasanya..'
'Saya nggak pilih-pilih mbak kalau ada orderan, ambil aja.. namanya juga rejeki. Lagian kalau saya cancel hanya karena jauh, akun saya bisa diturunkan'
'Mbak buru-buru nggak?'
'Sukses ya mbak!'

Begitulah beberapa percakaoanku dengan driver Gojek. Ternyata sangat menyenangkan bisa mendengar cerita dari para driver sekaligus mengetahui sistem kerja Gojek. Well, gojek memang sudah sangat bagus dan merajalela. Pentingnya dari sebuah platform yang demikian adalah keramahan para driver serta kehati-hatiannya dalam mengendara.

6 Hari Tanpamu...
Gigiku sakit, sepertinya geraham belakang sedang akan tumbuh. Tidak makan nasi 2 hari ternyata cukup membuatku lemas. Aku hanya bisa makan bubur dan sesuatu yang berkuah. Sedangkan kedua makanan ini biasanya hanya ada di pagi hari. Aku mulai tersadar bahwa aku sudah 6 hari menggunakan jasa Gojek. Meskipun praktis, ternyata, di hari keenam ini aku mulai.. yah.. merasa susah. Aku tidak bisa pergi mencari makan sendiri, aku tidak bisa ke Perpus UGM sendiri, aku tidak bisa ke Togamas atau Gramed sendiri, dan bahkan, aku tidak bisa mampir ke apotek sendiri. Bisa tau pehhh mungkin kalian akan berpikir demikian. Tapi aku adalah.. ya.. tipe orang tidak enakan, tipe orang yang tidak suka ada orang yang menungguku untuk memenuhi keinginan/kebutuhan pribadiku (Mampir ke apotek/ surfing books misalnya). Aku lebih nyaman sendiri selama memang ditakdirkan masih sendiri sampai pada waktunya.

Hal ini karena aku merasa bahwa gojek itu sistemnya one destination. 1 Tujuan peh, nggak mampir-mampir. Kasihan bapaknya. Itu yang selalu kupikirkan. Akhirnya aku menunda mampirku ke suatu tempat atau apotek. Aku juga menunda beli makan. Aku juga menunda mengambil uang di ATM yang sama dengan kartu ATMku. Segalanya menjadi ketergantungan.

Aku mulai merasa.. aku rindu redcab. Mungkin ini alay, tapi percayalah kalian pasti bisa merasakan berada di posisiku. Aku yang tidak boleh naik motor, sepeda, dan bahkan sebenarnya di boncengpun tidak boleh. Hanya boleh bersama redcab! Kecuali aku mau mengendarai sedan datsun unik milik ayah yang moncongnya sangat panjang dan jok sopir yang begitu tenggelam. Meskipun ayah mempercayakanku, I will not, kataku.

Aku sama sekali tidak mau melanggar apa yang dilarang ayah. Tapi, untuk dibonceng teman, sesekali aku masih berani, meskipun dalam keadaan hati gelisah, hehe. Tapi kalau naik motor sendiri, No! i even cant imagine how could i be T_T. 

Di titik ini, aku telah merasakan bagaimana rasanya bermobilisasi tanpa kendaraan pribadi. Ada ibrah yang bisa diambil: bersyukur atas apa yang telah dimiliki saat ini, manfaatkan apa yang dipunya untuk membantu orang lain, selagi punya. Ada juga tamparan: Turun ke lapangan euy! dengerin yang pada kerja di jalan, dengerin yang pada mencari pekerjaan melalui orang dengan tanpa kendaraan. Dengerin yang pada mencari ketergantunan. Kamu ketergantungan sama driver, dan nafkah driver itu juga ketergantungan sama kamu. Sesekali boleh lah, naik gojek/public transportation lain. Biar melek, biar bisa ngerasain lagi selama 6 tahun lamanya vakum dari public transportation. 

Redcab belum tau balik kapan. Terakhir, tadi siang, Ibu mengabarkan redcab udah mau di dempul dan di cat.. inshaAllah sebentar lagi selesai. Well, get well soon, my redcab!

Redcab was actually not that bad, but my friend said it looked like transformer.

Baca ini juga, yuk!

0 comments