Melukis Masa Depan, Menggores Harapan
8:08 AM
Keluar dari kebiasaan sama saja dengan
keluar dari zona status quo, zona yang nyaman dan aman. Sudah berkepala dua,
jangan lagi protes dengan hal-hal yang demikian. Sudah saatnya kita eksplorasi
diri, mengimplementasikan, dan membuktikan ilmu-ilmu yang telah diperoleh dalam
sistem zona status quo kita. Sudah saatnya kita keluar untuk menikmati apa-apa
yang Allah berikan.
Tidak perlu mengungkit kembali dan
terbawa arus masa lalu yang menimbulkan sifat pesimis. Karena yang kita
butuhkan dan perlu kita persiapkan saat ini adalah Masa depan! Masa lalu hanya untuk di damaikan dengan masa depan. Menjadi
pribadi yang paham agama, berprestasi, aktif dalam pergerakan, dan menjaga
semangat kekeluargaan serta kebersamaan, harus direalisasikan!
Memasuki usia ke-20, mulai banyak
kegalauan tentang hidup. Yaaa, berarti 5 tahun lagi akan memasuki masa a quarter-life crysis kan? Oh no! Jangan
sampai krisis, cegah, cegah! Tga hal yang menjadi keresahan Bersama di usia
ini: Lulus kuliah, menikah, dan bekerja.
Kerjaan kuliah semakin banyak meskipun sebenarnya SKS yang diambil tinggal
sedikit. Orang-orang berlomba-lomba mencari peluang memanfaatkan waktu untuk
membuat proposal skripsi supaya nanti bisa melesat lebih cepat dari teman-teman
lain.
Saat mengerjakan skripsi itu, terbayang
akan pekerjaan yang akan di apply.
Mulai bertanya pada diri sendiri tentang apa saja yang selama ini di geluti di
dunia perkuliahan? Apakah sudah dapat menjadi bekal untuk bekerja? Kemudian Ia
mulai membuka-buka linkedin mencari aplikasi kerja yang sekiranya sesuai.
Itu baru kerja, belum lagi hal sacral
satunya yang benar-benar membuat kita harus bertransformasi seutuhnya: menikah. Sekarang, bahasannya,
sedikit-sedikit menikah. Menyadarkan diri kalau sebentar lagi kita akan ikut berkolaborasi
mewujudkan mimpi membangun generasi strategis terbaik.
Berbicara tentang menikah, Bang
Bachtiar Firdaus, Direktur Utama Rumah Kepemimpinan mengatakan bahwa kita semua
(utamanya alumni Rumah Kepemimpinan) harus membangun keluarga strategis. Sebenarnya,
apasih definisi strategis? Bagiku, adalah pribadi yang memiliki keempat jati
diri: Da’I muslim, berprestasi, aktivis
pergerakan, dan memiliki semanngat kekeluargaan serta kebersamaan.
Menyeimbangkan nilai-nilai positif dalam diri. Katanya, membentuk keluarga
strategis itu tidak bisa kecuali terwujudnya pasangan strategis yang memiliki
jiwa yang bersih, ideologi yang sejalan, mendapatkannya dengan cara yang halal,
dan tujuan utamanya menikah adalah membuat bangunan syurga.
“Baiti jannati, wa baiti haroki” Artinya, “Rumahku, markas
pergerakanku”. Ini nih, slogan keluarga strategis, kata Bang Bach. Pribadi yang
strategis hendaknya meneladani air yang mengikuti wadah, terus mengalir, dan
membersihkan apa-apa yang dilewatinya. Jangan sampai menjadi air yang diam
menggenang. Karena air yang menggenang menyimpan jentik-jentik nyamuk yang akan
bertransformasi menjadi sarang penyakit. Bukannya membawa kesucian dan
keberkahan, malah membawa petaka.
Di umur ini lah kita harus mulai
berdamai dengan masa lalu dan berani melukiskan masa depan, menggoreskan
harapan. Memikirkan cara lulus, bekerja, dan membangun keluarga strategis.
Hingga akhirnya kita bukan lagi menjadi mahasiswa dengan julukan the agent of change melainkan tlah
bertransformasi menjadi sosok berengaruh dengan julukan the director of change. Pribadi yang mampu mengelola perubahan,
berrevolusi,bbertransformasi, dan memiliki keberanian dan usaha tinggi dalam
menuliskan resolusi-resolusi unntuk masa depan.
Jadi, setelah lulus kuliah, mau
bekerja atau membangun keluarga strategis dulu? Itu pilihan! Hehe. Semangat
memilih dengan bijak, semangat melukis masa depan dan mengoreskan harapan! Semoga
setiap langkah dan pilihan kita diridhai Allah SWT. Aamiin aamiinn yaa Rabbal ‘alamiin..
😊
0 comments