Prophetic leadership
2:07 PM
Oleh: Bachtiar Firdaus, S.T, M.PP
Prophetic leaderhip dalam bahasa
Indonesia berarti kepemimpinan profetik. Kepemimpinan profetik bahasa
sederhananya adalah kepemimpinan kenabian. Konsep kepemimpinan ini adalah konsep
kepemimpinan yang membebaskan penghambaan kepada manusia, hanya kepada Allah
semata. Ini penting untuk ditanamkan di setiap jiwa pemuda. Karena pemudalah
yang merupakan agent of change yang
mampu membawa Indonesia menuju masa depan. Dari mulai menghadapi bonus
demografi, sampai prediksi bahwa Indonesia akan menjadi kekuatan ekonomi dunia.
Semangat pemudalah yang seharusnya paling berapi-api dalam membawa perubahan
untuk Indonesia. Oleh karena itu, perlu bagi pemuda untuk dibina, khususnya
pembinaan konsep kepemimpinan profetik.
Teori Big Bang dengan kepemimpinan
Manusia apabila dianalogikan
menggunakan teori big bang, ternyata memberikan korelasi yang apik. Teori Big
Bang adalah teori yang menjelaskan tentang terbentuknya dunia. Dunia ini
terbentuk dari ledakan yang sangat besar hingga menghasilkan system tata surya
yang apik. Jika dianalogikan dengan manusia, manusia juga seperti gugusan
galaksi di luar angkasa. Mereka terlihat kecil seperti kurcaci tetapi
sebenarnya di dalamnya terdapat potensi yang mampu di ledakkan seperti ledakan
big bang, dan ledakan itu menghasilkan sesuatu yang Indah, seperti layaknya
system tata surya hasil ledakan Big Bang. Kepemimpinan profetik ini juga mampu
menjadi jalan untuk ‘meledakkan’ manusia.
Misi-misi Kepemimpinan Profetik
Alm. Prof. Dr. Kuntowijoyo mengutarakan
pemahamannya yang berdasarkan pada QS. Ali Imran: 110 tentang misi-misi
kepemimpinan profetik. Terdapat tiga misi dari kepemimpinan profetik. Misi yang
pertama adalah misi humanisasi. Merupakan misi dengan tingkatan yang paling
mudah. Adalah Ta’muruna bil ma’ruf,
diartikan sebagai misi humanisasi yakni misi yang memanusiakan manusia,
mengangkat harkat hidup manusia, dan menjadikan manusia bertanggungjawab terhadap
apa yang telah dikerjakan. Misi kedua adalah Tanhauna‘anil munkar diartikan sebagai misi liberasi yaitu misi
yang membebaskan manusia dari belenggu keterpurukan dan ketertindasan. Dan misi
yang ketiga adalah Tu’minuna Billah yakni
diartikan sebagi misi transendensi. Merupakan misi yang tingkatannya paling
susah dibandingkan dua sebelumnya. Misi ini diartikan sebagai kesadaran
ilahiyah yang mampu menggerakkan hati dan bersikap ikhlas terhadap segala yang
telah dilakukan.
Perubahan yang sedang kita lakukan
ada dua; kausalitas material dan kausalitas transcendental. Dan pada umumnya
manusia dalam mengusahakan sesuatu hanya berdasarkan kausalitas material,
memikirkan strategi yang paling baik diterapkan di lapangan akan tetapi lupa
dengan kausalitas transcendental. Padahal kausalitas transcendental mengambil
andil yang sangat besar.
Titik tolak perubahan
Titik tolak untuk mencapai kejayaan
Indonesia yang pertama adalah rekonstruksi diri sendiri, bukannya malah
menyalahkan kondisi atau lingkungan. Karena menyalahkan lingkungan tidak akan ada
habisnya. Sehingga, focus perbaikan diri sendiri akan lebih bermanfaat dan
membuahkan hasil. Titik tolak kedua adalah berkumpul bersama orang-orang yang
memiliki visi yang sama atau berbeda golongan untuk dapat lebih membuka
pikiran. Kepercayaan perlu dibangun bahwa orang baik ada disetiap golongan,
layaknya orang jahat yang selalu ada di setiap golongan. Pola pikir yang
demikian membuat pikiran berlatihh untuk mengelola perbedaan untuk mencapai
persatuan. Titik tolak yang ketiga adalah visi besar dan proyek bersama yang
berelasi dengan titik tolak sebelumnya. Bercampur dengan orang-orang yang
berbeda itu baik dan perlu asalkan kita jangan lupa untuk tetap membersihkan
diri.
Pemimpin yang berilmu
Menjadi seorang pemimpin sangat
memerlukan ilmu. Ilmu tanpa amal bohong, dan amal tanpa ilmu adalah sombong.
Sebagaimana ayat pertama yang turun dari Allah, al alaq 1-5 yang diawali dengan
iqro’ yang berarti membaca. Wajib dan
penting hukumnya bagi seorang pemimpin untuk membaca. Membaca apapun yang dapat
diambil manfaatnya. Menimba ilmu awalnya memang perlu dipaksa. Begitu juga dengan
membaca, perlu diawali dengan paksaan sehingga kita bisa membaca dan menjadi
seseorang yang berilmu. Pemimpin harus berwawasan luas, sehingga baca dan
bacalah.
Tak akan terjadi perubahan apabila
kita tidak berilmu. Bagaimana bisa kita memberi manfaat jika bahkan diri
sendiri saja kosong, tak berisi. Seperti kata Steve Jobs “Stay hungry, stay foolish” perlu bagi kita untuk merasa terus lapar
dan terus bodoh saat menuntut ilmu. Tidak hanya belajar dalam teori, tetapi
perlu praktek.
0 comments