Ilmu dan Kebermanfaatan: Belajar dari Nabi Musa dan Nabi Khidr

11:47 PM

Belajar dari kisah yang dibawakan oleh Bang Bachtiar Firdaus pada saat mengisi kajian Leaders and Leadership di Asrama Rumah Kepemimpinan Regional 3 Yogyakarta pada tanggal 4-5 Mei 2017

"Jadilah seperti air: apabila ia mengalir, ia memberikan banyak sekali manfaat kepada makhluk hidup. Namun, apabila ia berhenti -apalagi dengan waktu yang lama, maka ia akan membawa musibah yang banyak pula. Contoh: Kubangan air sebagai sarang nyamuk"

Berbicara tentang manfaat, Islam sejatinya sangat menjunjung tinggi arti sebuah kebermanfaatan. Nasehat kepada umatnya agar selalu menebar manfaat dalam payung keilmuan tak pernah lepas digaung-gaungkan. Hal ini dibuktikan dengan perkataan-perkataan tokoh besar Islam, Al Qur'an, serta Al hadits.

Imam Syafi'i, pendiri mazhab Syafi'i yang banyak dianut oleh umat muslim di Indonesia pernah mengatakan bahwa ilmu yang paling baik adalah ilmu yang diimplementasikan dalam kehidupan. Hadits Riwayat Thabrani juga mengatakan bahwa sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi manusia. Bahkan, Allah secara langsung juga menasehati hambanya untuk terus meningkatkan keilmuannya, dan dengan ilmu, Ia akan senantiasa meningkatkan derajat hambanya lebih tinggi (QS.58 ayat 11) serta memberikan jalan untuk menebar kebermanfaatan yang lebih luas lagi.

Jelaslah sudah bahwa kita sebagai kaum muslim wajib meningkatkan keilmuan yang kita miliki dan mampu mengkonversikan ilmu tersebut menjadi kebermanfaatan. Ilmu tidak harus berstandar ilmu pendidikan formal. Ilmu tidak melulu didapat dalam ruangan kelas, ilmu tidak melulu menuntut uang. Karena ternyata, mencari ilmu tidak sesulit yang kita bayangkan! kita hanya perlu belajar dari celah-celah kehidupan yang kita jalani. Belajar dari tempat, belajar dari waktu, belajar dari lingkungan, dan belajar dari orang lain. Semuanya adalah 'Belajar dari' bukan 'Belajar di'.

Sejarah sekalipun, turut menasehati kepada kita semua agar terus mencari ilmu dimanapun dan kapanpun kita berada melalui kisah-kisah orang terdahulu. Salah satu kisahnya adalah kisah tentang Nabi Musa dan Nabi Khidr. Nabi Khidr memang tak sepopuler Nabi Musa yang telah dikenal anak TK sekalipun. Ia banyak disebut sebagai Nabi Kampung dengan Julukannya yang unik: Nabi Hijau. DIkata demikian karena alkisah menceritakan kala Nabi Khidr duduk diatas pasir putih, tiba-tiba pasir tersebut dengan cepat berubah menjadi warna hijau.

Nabi Musa yang terbiasa mencari ilmu di 'kelas' ketika bertemu Nabi Khidr, ia menampakkan kesombongannya. lantas, Nabi Khidr yang tidak memiliki pengikut ini menasehatinya bahwa orang sombong tidak akan masuk surga. Kemudian Nabi Musa diajak oleh Nabi Khidr untuk berjalan-jalan bersamanya dengan harapan, mampu mengambil pelajaran di sepanjang perjalanan.

Sambil berjalan, diawal, Nabi Khidr telah memperingatkan Musa untuk tidak banyak brtanya sebelum ia mendengarkan penjelasannya. Kiranya mengajarkan seorang pemimpin seperti Nabi Musa adalah pekerjaan yang paling sulit. Kesulitan ini bermula dari pertanyaan-pertanyaan Nabi Musa yang terus menerus membuat Nabi Khidr kesal karena ia tidak mendengarkan peringatannya di awal perjalanan seperti Ketika mereka menaiki perahu milik seorang nelayan miskin. Tetiba ditengah-tengah laut, Nabi Khidr sedikit merusak perahu nelayan miskin itu. Nabi Musa yang kaget kemudian bertanya-tanya kepada Nabi Khidr mengapa ia tega berbuat demikian padahal perahu tersebut bukanlah miliknya. Melainkan milik seorang nelayan miskin.

Lontaran pertanyaan itu tidak hanya sekali. Melainkan berkali-kali. Termasuk ketika mereka berdua menemukan seorang bocah kecil nan lucu namun tiba-tiba Nabi Khidr membunuhnya. Musa pun bertanya lagi dengan cukup kesal. Mereka berjalan lagi sampai terjadi lagi peristiwa yang membuat Nabi Musa semakin bertanya-tanya. Yakni ketika Nabi Khidr membangun dinding yang akan runtuh tanpa pamrih sedikitpun. Nabi Musa pun masih bertanya-tanya. Mengapa Nabi Khidr melakukan hal-hal yang cukup aneh?

Pertanyaan Nabi Musa pun terjawab ketika Nabi Khidr menjelaskan perbuatannya kepada Nabi Musa. Betapa tercengangnya Musa ketika mengetahui bahwa Nabi Khidr merusak sedikit perahu milik nelayan miskin adalah karena mengetahui ada perompak sehingga dengan cacatnya perahu tersebut, perompak tidak akan tertarik untuk mengambilnya. Begitu pula ketika Nabi Khidr membunuh anak kecil yang tentu membuat Musa semakin kesal dan marah kepadanya. Namun ternyata, alasan dibunuhnya anak kecil ini begitu luar biasa: Anak tersebut akan tumbuh sebagai anak yang nakal, sering berbuat jahat kepada orang tuanya, dan ingkar Kepada Allah sehingga akan membahayakan orang tuanya yang shalih. Dan yang terakhir, adalah, ketika Nabi Khidr membangun dinding yang runtuh, alasannya pun luar biasa yakni untuk melindungi harta warisan berharga milik anak yatim di bawahnya.

Tercenganglah Nabi Musa dengan penjelasan Nabi Khidr. Nabi Musa kemudian sadar mengapa ia tidak boleh banyak bertanya di sepanjang perjalanannya. Nabi Musa pun kagum dengan Nabi hijau. Banyak pelajaran yang ia dapatkan selama bepergian dengan Nabi Khidr: Bahwa sejatinya, Nabi Khidr adalah guru yang baik untuk dijadikan panutan pembelajaran, bahwa sejatinya Nabi Musa perlu belajar dari orang lain dan tidak boleh memelihara kesombongannya meskipun ia pintar dalam banyak hal. Nabi Musa masih perlu turun ke jalan, masih perlu belajar dari orang lain. Untuk memperlancar proses pembelajarannya itu, ia perlu satu kunci utama. Adalah menurunkan ego. Begitulah yang juga seharusnya kita contoh. Menurunkan ego ketika akan menuntut ilmu, merendahkan hati, memantapkan jiwa raga, dan niat yang lurus.

Terlalu banyak pelajaran berharga yang didapatkan dari kisah Nabi Musa dan Nabi Khidr. Intinya, belajarlah darimanapun dengan niat yang lurus, kerendah hatian, dan ego yang terkondisikan. InshaAllah, Allah meridhoi ilmu kita dan memberikan stimulant dari hati untuk mengimplementasikan keilmuan kita untuk kebermanfaatan yang mengglobal.

Semangat Bertholabul ‘ilmi! J

Baca ini juga, yuk!

0 comments